Sekilas Sejarah Gunung Krakatau di Lampung

Sekilas Sejarah Gunung Krakatau di Lampung

sekilas sejarah gunung krakatau

Gunung Krakatau merupakan salah satu gunung vulkanik aktif yang terdapat di Indonesia. Gunung ini sudah sangat terkenal di Dunia sejak 1883 karena ledakannya yang dahsyat. Letak geografis Gunung krakatau berada di selat sunda ( 6°06′07″LS, dan 105°25′23″BT ), atara pulau Jawa dan Sumatra.

Dahulu cagar alam krakaatau masuk dalam kawasan BKSDA Banten menjadi 1 kawasan Taman Nasional Ujung Kulon dan saat ini karena letaknya lebih dekat dengan Pulau Sumatra tepatnya Lampung Selatan maka kepengurusannya diubah dan masuk dalam BKSDA Lampung.

Krakatau, Krakatoa atau Rakata

Sejarah gunung Krakatau dan penggunaan namanya di dunia barat baru dimulai pada tahun 1611 melalui peta yang dibuat oleh Lucas Janszoon Waghenaer dimana sebelumnya, penyebutan pulau di selat Sunda ini hanyalah “gunung yang tajam”. Pada peta tersebut pulau tadi dilabeli oleh Waghenaer dengan nama “Pulo Carcata” dimana pulo adalah bahasa Sunda untuk Pulau. Sebelum akhirnya pengejaan Krakatau digunakan oleh Wouter Schouten pada bulan Oktober 1658 saat ia sedang melewati sebuah pulau bernama Krakatu yang banyak terdapat pohon tinggi, ada beberapa variasi penyebutan Krakatu termasuk Crackatouw, Cracatoa, dan Krakatao. Tidak ada yang tahu tentang bagaimana nama Krakatau terlahir. Program Kevolkanikan Global milik Institusi Smithsonia mengatakan bahwa nama yang tepat adalah Krakatau, tapi nama Krakatoa lebih sering digunakan oleh orang-orang yang berbahasa Inggris sementara ahli geologi dan orang di belahan dunia lainnya lebih suka menggunakan nama aslinya, yaitu Krakatau.

Pada satu titik di masa prasejarah, sebuah erupsi diperkirakan terjadi dan menciptakan Verlaten, Lang, Poolsche Hoed, dan Rakata. Tidak berapa lama, dua buah cone yaitu Perboewatan dan Danan terbentuk dan bergabung dengan Rakata, membentuk badan utama pulau Krakatau. Pada letusan hebat di tahun 1883, Krakatau saat itu terbentuk dari Lang, Verlaten, dan Krakatau itu sendiri.

Pada tahun 416, Pustaka Raja menuliskan bahwa ada sebuah suara menggemuruh yang terdengar dari gunung Batuwara yang kemudian disusul oleh suara yang sama dari Kapi. Sebuah api yang menyala-nyala naik ke angkasa dan seluruh dunia bergetar diiringi gemuruh lain diikuti hujan dan badai besar. Tidak ada bukti geologis tentang kejadian ini, meskipun mungkin ini menjelaskan hilangnya area tanah yang sebelumnya menyatukan pulau Jawa dan Sumatera, atau kemungkinan adalah kesalahan tanggal karena pada tahun 535 terjadi sebuah letusan yang besar.

David Keys, seorang arkeolog untuk koran harian London, The Independent, bersama dengan Ken Wohletz dan arkeolog lainnya berspekulasi bahwa sebuah erupsi volkanik yang mungkin berasal dari Krakatau pada tahun 535 adalah alasan terjadinya perubahan iklim global pada tahun 535 hingga 536. Keys menemukan sesuatu yang ia anggap adalah sebuah efek global erupsi abad ke-6 ini dan menuliskannya pada buku dengan judul Catastrophe: An Investigation into the Origins of the Modern World. Selain itu, sejarah gunung Krakatau dan letusannya pada masa itu menjadi bahan perdebatan tentang apa betul letusan itu yang kemudian menjadi pembentuk Rakata, Verlaten, dan Lang. Thornton juga menuliskan bahwa Krakatau disebut sebagai “Gunung Api” pada masa dinasti Sailendra, dan ada beberapa kejadian erupsi yang terjadi pada tahun 850, 950, 1050, 1320, 1530, dan 1150.

Ledakan Dahsyat Gunung Krakatau Tahun 1883

Sebelum meledak pada tahun 1883, Gunung Krakatau mengalami aktivitas seismik yang menimbulkan gempa bumi sampai Australia. Pada 20 Mei 1883 di Perboewatan mulai terjadi pelepasan uap secara berkala yang kadang mencapai ketinggian hingga 6 km dan suara yang terdengar hingga Jakarta (waktu itu, Batavia). Pada akhir Mei, segala aktivitas vulkanik menurun dan tak ada lagi aktivitas yang tercatat selama beberapa minggu.

Akibat yang ditimbulkan karena ledakan tersebut adala perubahan iklim global, Dunia sempat gelap selama 2 hari lebih karena debu vulkanis yang menutupi atmosfer. Hamburan debu terlihat di langit Norwegia sampai New York.

Krakatau (bahasa Inggris: Krakatoa), nama ini pernah disematkan pada satu puncak gunung berapi di sana (Gunung Krakatau) yang sirna karena letusannya sendiri pada tanggal 26-27 Agustus 1883. Menurut para peneliti di University of North Dakota, ledakan Krakatau bersama ledakan Tambora (1815) mencatatkan nilai Volcanic Explosivity Index (VEI) terbesar dalam sejarah modern. The Guiness Book of Records mencatat ledakan Krakatau sebagai ledakan yang paling hebat yang terekam dalam sejarah.

Pada hari Senin, 27 Agustus 1883 pukul 05:30 dan 06:44, kemudian berlanjut lagi pada pukul 10:02 dan 10:41. Letusan pertama terjadi di Perboewatan dan menimbulkan tsunami di Teluk Botong. Letusan kedua menyebabkan sebuah tsunami dari arah timur dan barat Danan. Tepat jam 10.20 Gunung Krakatau meledak sangat dahsyat melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencapai 80 km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru. Suara letusannya terdengar sampai di Alice Springs, Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika, 4.653 kilometer. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki di akhir Perang Dunia II dan menjadi peristiwa vulkanik yang paling meluluhlantakan dalam sejarah manusia modern.

Letusan itu menghancurkan Gunung Danan, Gunung Perbuwatan serta sebagian Gunung Rakata di mana setengah kerucutnya hilang, membuat cekungan selebar 7 km dan sedalam 250 meter. Tercatat jumlah korban yang tewas mencapai 36.417 orang berasal dari 295 kampung kawasan pantai mulai dari Merak di Kota Cilegon hingga Cilamaya di Karawang, pantai barat Banten hingga Tanjung Layar di Pulau Panaitan Ujung Kulon serta Sumatera Bagian selatan. Di Ujung Kulon, air bah masuk sampai 15 km ke arah barat. Keesokan harinya sampai beberapa hari kemudian, penduduk Jakarta dan Lampung pedalaman tidak lagi melihat matahari. Gelombang Tsunami yang ditimbulkan bahkan merambat hingga ke pantai Hawaii, pantai barat Amerika Tengah dan Semenanjung Arab yang jauhnya 7 ribu kilometer.

Ledakan Gunung Krakatau adalah bencana besar pertama di dunia setelah penemuan telegraf bawah laut. Kemajuan tersebut, sayangnya belum diimbangi dengan kemajuan di bidang geologi. Para ahli geologi saat itu bahkan belum mampu memberikan penjelasan mengenai letusan tersebut. Gunung Krakatau yang meletus, getarannya terasa sampai Eropa.

Ledakan Krakatau ini sebenarnya masih kalah dibandingkan dengan ledakan Gunung Toba dan Gunung Tambora di Indonesia, Gunung Tanpo di Selandia Baru dan Gunung Katmal di Alaska. Namun gunung-gunung tersebut meletus jauh pada masa ketika populasi manusia masih sangat sedikit. Sementara ketika Gunung Krakatau meletus, populasi manusia sudah cukup padat, sains dan teknologi telah berkembang, telegraf sudah ditemukan, dan kabel bawah laut sudah dipasang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa saat itu teknologi informasi sedang tumbuh dan berkembang pesat

Gunung Krakatau, Pasca Ledakan Yang Mengguncang Dunia

Mulai pada tahun 1927 atau kurang lebih 40 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau, muncul gunung api yang dikenal sebagai Anak Krakatau dari kawasan kaldera purba tersebut yang masih aktif dan tetap bertambah tingginya. Kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 0.5 meter (20 inci) per bulan. Setiap tahun ia menjadi lebih tinggi sekitar 6 meter (20 kaki) dan lebih lebar 12 meter (40 kaki).

Catatan lain menyebutkan penambahan tinggi sekitar 4 cm per tahun dan jika dihitung, maka dalam waktu 25 tahun penambahan tinggi anak Rakata mencapai 190 meter (7.500 inci atau 500 kaki) lebih tinggi dari 25 tahun sebelumnya. Penyebab tingginya gunung itu disebabkan oleh material yang keluar dari perut gunung baru itu. Saat ini ketinggian Anak Krakatau mencapai sekitar 230 meter di atas permukaan laut, sementara Gunung Krakatau sebelumnya memiliki tinggi 813 meter dari permukaan laut.

Cagar ALam dan Cagar Alam Laut Gunung Krakatau

Meskipun Gunung Krakatau masih Aktif dan masih mungkin terjadi ledakan dahsyat namun banyak wisatawan yang datang dengan berbagai tujuan dari meneliti sampai wisata panorama dan keindahan alam. Semakin banyaknya minat wisatawan baik lokal maupun Asing untuk berkunjung membuat warga dipulau Sebesi memanfaatkan situasi ini dengan membuat Homestay dan kapal yang dahulu hanya untuk transportasi penyebrangan dari Sebesi menuju Kalianda kini juga dimanfaatkan untuk jasa wisata mengantarkan pengunjung menuju lokasi-lokasi yang cukup menarik untuk dikunjungi.

Bukan hanya warga pulau Sebesi saja yang memanfaatkan situasi ini, penduduk ataupun Investor yang berada di sepanjang pantai Anyer sampai Carita dan Tanjung Lesung juga memanfaatkan minat wistawan ini untuk menyediakan jasa wisata Gunung Krakatau dengan menggunakan Speed Boat berkapasitas 6-7 orang wisatawan.

Sangat banyak potensi wisata disekitar kawasan Gunung Krakatau yang dapat menarik perhatian wisatawan seperti:

  • Sebuku Kecil yang tak berpenghuni memiliki pantai indah dan pasir putih disekeliling pulau biasanya dijadikan pendaratan pertama bagi wisatawan untuk bermain sebelum melanjutkan akitivitas selanjutnya
  • Pulau Sebuku Besar dahulu menjadi kebun penghaasil kopra memiliki taman bawah laut yang luas dan dangkal sangat cocok untuk aktivitas snorkeling
  • Pulau Sebesi, merupakan pulau berpenghuni yang paling dekat dengan Gunung Krakatau, penghaasil Cocoa (biji coklat), pisang, dan kelapa
  • Anak Gunung Krakatau, pesona gunung krakatau dan lautan disekelilingnya dapat dilihat dari punggung gunung ini, Bak melihat lukisan
  • Pulau Umang-umang tempat melihat sunset, hanya 10 menit menyebrang dari pulau Sebesi
  • Lagoon Cabe menjadi spot snorkeling andalan untuk pengunjung yang datang. Konturnya yang berundak terdapat palung juga sangaat mendukung untuk kegiatan Freedive dan Diving.

Komentar

logo bhinneka nusantara

Explore Pahawang Lampung Layanan informasi dan reservasi untuk destinasi alam, Nusantara Indonesia.

Keberagaman destinasi, hayati, budaya dan aktivitas menjadi daya tarik wisata di Indonesia, persiapkan diri untuk menyambut panggilan alam.

  083 179 300 500
  083 878 300 500
  https://www.explorepahawang.com

Destinasi Populer

Explore Pahawang